Sebuah cerita tentang
kasih sayang
Pada suatu ketika ada sebuah pulau yang
dihuni semua sifat manusia. Ini berlangsung lama sebelum mereka menghuni tubuh
manusia. Sebelum mengotak-ngatiknya kedalam istilah baik atau buruk. Sifat ini
berdiri sendiri sebagai manusia dengan masing” cirri khasnya. Optimisme,
pesismisme, pengetahuan, kemakmuran, kesombongan, kasih sayang, dan sift”
manusi lainnya.
Suatu hari ada pemberi tahuan bahwa
pulau itu akan tenggelam pelan”. Sifat” ini dilanda kepanikan. Mereka segera menyiapkan
perbekalan dan bersiap-siap meninggalkan pulau dengan perahu yang mereka
miliki.
Kasih sayang belum siap. Dia tidak
memiliki perahu sendiri. Mungkin dia telah meminjamkannya kepada seseorang
bertahun-tahun yang lalu. Dia menunda keberangkatannya pada saat” terakhir
karena sibuk membantu teman yang lain bersiap-siap. Akhirnya kasih sayang
memutuskan ia perlu bantuan.
Kemakmuran baru saja akan berangkat
dengan perahu yang besar lengkap dengan teknologi mutahir. “Kemakmuran bolehkah
aku ikut denganmu?”, Tanya kasih sayang. “Tidak bisa perahuku sudah penuh dengn
seluruh emas, perak, perabotan antic dan koleksi seni. Tak ada ruang untuk mu
disini.” jawab kemakmuran.
Lalu kasih sayang meminta tolong
pada kesombongan yang lewat dengan perahu indah. “Kesombongan sudikah engkau
menolongku?” tanya kasih sayang. “Maaf.” jawab kesombongan, “Aku tak bisa
menolongmu. Kanu basah kuyup dan kotor. Nanti dek kapal ku kotor jika kau
naiki.”
Kasih sayang melihat pesimisme yang
sedang berusaha payah mendorong perahunya ke air. Pesimisme terus-menerus
mengeluh soal perahu yang berat, pasir terlalu lembut , air terlaulu dingin dan
kenapa pulau ini mesti tenggelam. Kenapa kesialan ini menimpanya? Meski
pesimisme mungkin bukanlah teman perjalanan menyenangkan, kasih sayang sudah
sangat terdesak. “Pesimis bolehkah aku menumpang perahumu?” “Oh, kasih sayang
kau terlalu baik untuk berlayar denagnku. Perhatianmu membutaku merasa lebih
bersalah lagi. Bagai mana kalo nanti ada ombak besar yang menghantam perahuku
dan kau tenggelam? Tidak aku tidak tega mengajakmu.”
Salah satu yang paling akhir
meninggalkan pulau adalah optimisme. Itu karena dia tak percaya datangnya
bencana dan hal” buruk termasuk bahwa pulau ini akan tenggelam. Kasih sayang
berteriak memanggilnya, tetapi optimisme tak medengar. Ia teralu sibuk menatap
kedepan dan memikirkan tujuan berikutnya. Kasih sayang memanggilnya lagi,
tetapi optimisme tak ada istilah menoleh kebelakang. Ia terus berlayar ke
depan.
Pada saat kasih sayang sudah nyaris
putus asa, dia mendengar sebuah suara, “Ayo, naiklah ke perahuku!” kasih sayang
merasa begitu lelah, sehingga dia meringkuk di atas perahu dan langsung
tertidur. Ia tertidur sepanjang jalan sampai nahkoda kapal mengatakan mereka sudah samapi di
daratan kering. Ia begitu berterima kasih, meloncat turun dan melambaikan
tangan kepada nahkoda baik hati itu. Tapi ia lupa menanyakan namanya.
Ketika di pantai, ia bertemmu
pengetahuan dan bertanya “Siapa tadi yang menolongku?” “Itu tadi waktu.” Jawab
pengetahuan. “Waktu?” tanya kasih sayang. “ Kenapa hanya waktu yang mau
menolongku ketika semuanya tidak mau mengulurkan tangan?” pengetahuan tersenym
dan menjawab, “Sebab hany waktu yang mampu mengerti betapa hebatnya kasih sayang.”
~
Menyediakan cukup waktu untuk menunggu dan membiarkan kasih sayany bekerja…….
By : My sister